Dokumentasi (istimewa)
INHIL,- Kejari Inhil melaksanakan video conference ekspose pengajuan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif Justice (RJ) perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan R (42) terhadap istrinya, P.
Suami Istri itu sepakat berdamai, pada Selasa (24/1/2023) pagi, di Aula Kejari Inhil.
R, warga Panglima Raja, Kecamatan Concong, Kabupaten Inhil ini awalnya dikenai Pasal 44 ayat 1 UU Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
"R (suami) dan P (istri) ini awalnya ribut masalah uang, pada tanggal 16 November 2022 lalu. Hingga terjadi kekerasan yang dilakukan oleh R terhadap P yang mengakibatkan luka pada bibir. Perkara ini sudah kami tangani secara hukum, hingga pada akhirnya terjadi kesepakatan damai terhadap keduanya," kata Kajari Inhil, Rini Triningsih saat dikonfirmasi.
Jalannya proses perdamaian dihadiri langsung Kajari Inhil Rini Triningsih, Kasi Tipidum Muhammad Ihsan, Jaksa fasilitator Luki Adriantoni dan Reza Yusuf Afandi serta pihak Kejagung Republik Indonesia melalui video confrensi.
"Maka telah dicapai kesepakatan perdamaian antara tersangka R dan korban P tanpa syarat dengan alasan, kedua belah Pihak telah berdamai dan korban telah memaafkan tersangka atas perbuatan yang dilakukan, serta tersangka berjanji tidak akan mengulangi lagi.
Para pihak sepakat untuk tidak akan melanjutkan perkara ini ke ranah Hukum," jelas Rini.
Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative justice dalam kasus ini, disebutkan Kajari Inhil, telah diatur di dalam Perja nomor 15 tahun 2020 Tentang Pengehentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
"Dengan syarat, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan
tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp.2,5 juta," sebutnya.
Selanjutnya Kajari Inhil Rini Triningsih menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif justice sebagai perwujudan kepastian hukum berdasarkan Peraturan kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.